RATIO DECIDENDI TERHADAP PENETAPAN TERSANGKA PUTUSAN PRAPERADILAN PENGADILAN NEGERI SERANG (STUDI PUTUSAN PRAPERADILAN NO 11/PID.PRA/2023/PN.SRG)
Kata Kunci:
Praperadilan, Ratio Decidendi, Ketidapastian HukumAbstrak
Penetapan tersangka merupakan salah satu tindakan penting dalam proses penyidikan tindak pidana. Namun, dalam praktiknya, kerap timbul perdebatan hukum dan Ratio Decidendi oleh hakim mengenai sah atau tidaknya penetapan seseorang sebagai tersangka, ketika diuji melalui mekanisme praperadilan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif atau penelitian hukum doctrinal, yaitu suatu penelitian hukum yang mempergunakan sumber data sekunder. menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan kasus (case approach). Hasil Penelitian menunjukkan bahwa penetapan tersangka yang sah harus didasarkan pada minimal dua alat bukti permulaan yang cukup dan dilakukan sesuai dengan prosedur yang diatur dalam KUHAP serta yurisprudensi Mahkamah Konstitusi. Hakim Praperadilan Pengadilan Negeri Serang dalam perkara putusan Nomor 11/PID.PRA/2023/PN.SRG dalam pertimbangan hukumnya telah memasuki subtansi pokok, seharusnya hakim sesuai ketentuan yang berlaku hanya menguji prosedur atau keabsahan formal, bukan membuktikan apakah tersangka bersalah atau tidak. Seperti dua putusan praperadilan Nomor. 1/PID.PRA/2024/PN.PDL dan Nomor. 20/PID.PRA/2023/PN.TNG yang menolak pemohon dengan dasar prosedur penangkapan telah sesuai dengan adanya dua alat bukti yang cukup. Hal ini terdapat ketidakkonsistenan dalam putusan praperadilan terkait interpretasi “dua alat bukti permulaan yang cukup”, sehingga menciptakan ketidakpastian hukum. Maka perlu adanya konstruksi hukum yang lebih tegas dan seragam dalam praperadilan, diharapkan mekanisme ini benar-benar menjadi instrumen perlindungan hak warga negara serta menjamin prinsip kepastian hukum